ASKEP CHF (
CONGESTIV HAERT FAILURE ) / DISTRITMIA
KONSEP MEDIS
1.
PENGERTIAN
Gagal
jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung
gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel
kiri (Smeltzer & Bare, 2001).
2. ETIOLOGI
a. Kelainan
otot jantung
Gagal
jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi
b. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi
Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan
dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
e. Penyakit
jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif
konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
f. Faktor
sistemik
Terdapat
sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis).
Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
3. ANATOMI FISIOLOGI
Jantung
merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan susunannya
sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu
di luar kesadaran.
a. Bentuk
Menyerupai
jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis cordis. Disebelah
bawah agak runang disebut apex cordis.
b. Letak
Di dalam
rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya dibelakang kiri ICS 5
dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat itu teraba adanya
pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis.
c. Ukuran
Kurang lebih
sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300 gram.
d. Lapisan
Endokardium
:Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung.
Miokardium
:Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi.
Perikardium
:lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi
jantung adalah untuk memompa darah sehingga dibagi jadi dua bagian besar, yaitu
pompa kiri dan pompa kanan. Pompa jantung kiri: peredaran darah yang
mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai dari ventrikel
kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula-vena cava superior dan
inferior-atrium kanan. Pompa jantung kanan: peredaran darah kecil yang
mengalirkan darah ke pulmonal, dimulai dari ventrikel kanan-arteri pulmonalis-4
vena pulmonalis-atrium kiri.
Gerakan jantung terdapat dua jenis, yaitu konstriksi
(sistol) dan relaksasi (diastole) dari kedua atrium, terjadi serentak yang
disebut sistol atrial dan diastole atrial. Konstriksi ventrikel kira-kira 0,3
detik dan tahap dilatasi selama 0,5 detik. Konstriksi kedua atrium pendek,
sedang konstriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong dari
vantrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh
untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.
Meskipun ventrikel kanan juga
memompakan darah yang sama, tapi tugasny hanya mengalirkan darah ke sekitar
paru-paru dimana tekanannya lebih rendah.
4. PATOFISIOLOGI
Bila reservasi
jantung (cardiac reserved) normal untuk berespons terhadap stres tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa,dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada
tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal
jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan,
respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua
respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
tetap normal. Terhadap empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung
meliputi :
a.
Meningkatnya Aktivitas Adrenergik
Simpatis
Menurunnya
volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis
kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang
pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah
jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokonstriksi untuk menstabilkan
tekanan arteri dan reditribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
organ-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini
bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokonstriksi
akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum starling.
Aktivitas
sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar
noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi,
takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan
juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat
dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin
pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.
b. Peningkatan
Beban Awal melalui Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban
awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling.
Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih
belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.
Renin adalah
enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan
dengan arteriol renal aferen dan bersebelahan dengan makula densa pada tubulus
distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar
berasal dari hati) menjadi angiotensin I.
c. Hipertrofi
ventrikel
Respons
terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau
bertambahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium; bergantung pada jenis beban hemodinamika
yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau
serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
stenosis aorta,akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan
ukuran ruang di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti pada
regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding.
Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang
tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi
eksentris.
d. Volume cairan
berlebihan (overload volume).
Remodelling
jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena
setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka
peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding yang
lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga
membutuhkan peningkatan jumlah miofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi
peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebihan
menyebabkan pelebaran ruang dan hipertrofi eksentrik.
Keempat respons
ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme–mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan
pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampa pada saat
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi
semakin kurang efektif.
5. TANDA DAN GEJALA
Gagal Jantung Kiri :
Kongesti
paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a. Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan
dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa
pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
b. Batuk
c. Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung
yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi.
d. Karena meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
e. Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Gagal jantung Kanan :
a. Kongestif
jaringan perifer dan visceral
b. Oedema
ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB.
c. Hepatomegali
dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena
hepar
d. Anoreksia
dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen
e. Nokturia
f. Kelemahan
6.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
EKOKARDIOGRAFI
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat
pemeriksaan diagnostik yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk
manajemen gagal jantung; sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan
diagnosis disfungsi jantung dan informasi yang berkaitan dengan penyebab
terjadinya disfungsi jantung dengan segera. Dengan adnya kombinasi M-Mode,
ekokardiografi 2D, dan Doppler, maka pemeriksaan invasif lain tidak lagi
diperlukan.
Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa
kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh
dinding ventrikel.
b. RONTGEN TORAKS
Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat
menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang
menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran
darah kedaerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.
c. ELEKTROKARDIOGRAFI
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun
memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat
memberikan gambaran yang spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu
dicurigai bahwa hasil diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien untuk gagal jantung dapat ditemukan
kelainan EKG seperti di berikut ini.
1) Left bundle branch block, kelainan
segmen ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis;
2) Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST
menunjukkan penyakit jantung iskemik.
3) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T
terbalik: menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
4) Aritmia;
5) Deviasi aksis kekanan, right bundle branch block, dan hipertrofi ventrikel kanan
menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
7. PENGOBATAN
Respons
fisiologis pada gagal jantung memberikan rasional untuk tindakan. Sasaran
penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah:
a. Menurunkan kerja jantung;
b. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokardium;
c. Menurunkan retensi garam dan cairan.
a. TERAPI OKSIGEN
Pemberian
oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jantung yang disertai dengan
adema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen
dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
b. TERAPI
NITRAT DAN VASOLIDATOR KORONER
Penggunaan
nitrat, baik secara akut maupun kronik, sangat dianjurkan dalam penatalaksanaan
gagal jantung. Jantung mengalami unloaded
(penurunan afterload-beban akhir)
dengan adanya vasolidatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan
menurunkan pulmonary artery wedge
pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal
dan beratnya gagal ventrikel kiri) da penurunan pada konsumsi oksigen
miokardium.
c. TERAPI
DIURETIK
Selain
tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan air serta
pemberian diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya agar menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung.
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan
garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan menurunkan
tekanan darah. Jika garam natrium ditahan, air juga akan tertahan dan tekanan
darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan
elektrolit-elektrolit lainnya, yaitu kalium, magnesium, klorida, dan
bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai
diuretik yang tidak menahan kalium.
d. TERAPI
DIGITALIS
Digitalis,
salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200, dan hingga saat
ini diuretik masih terus digunakan dalam bentuk yang telah dimurnikan.
Digitalis dihasilkan dari tumbuhan foxglove
ungu dan putih dan dapat bersifat racun. Pada tahun 1785, William Whitering
dari inggris menggunakan digitalis untuk menyembuhkan “sakit bengkak”, yaitu
edema pada ekstremitas akibat insufisiensi ginjal dan jantung. Dimasa itu,
Withering tidak menyadari bahwa “sakit bengkak” tersebut merupakan akibat dari
gagal jantung.
Digitalis
adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis bila diberikan
dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang dengan cepat,
kadang-kadang menyebabkan klien mengalami mabuk, muntah, pandangan kacau, objek
yang terlihat tampak hijau dan kuning, klien melakukan gerakan yang sering dan
kadang-kadang tidak mampu untuk menahannya. Digitalis juga menyebabkan sekresi
urine meningkat, nadi lambat hingga 35 denyut dalam satu menit, keringat
dingin, kekacauan mental, sinkope dan kematian. Digitalis juga bersifat
laksatif.
Pada
kegagalan jantung, digitalis diberikan dengan tujuan memperlambat frekuensi
ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta meningkatkan efesiensi
jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan yang melewati ginjal akan
meningkat untuk difiltrasi dan diekskresi, sehingga volume intravaskuler
menurun.
e. TERAPI
INOTROPIK POSITIF
Dopamin-merupakan salah satu obat inotropik
positif-bila juga dipakai untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta-1) pada
keadaan bradikardia saat pemberian atropin pada dosis 5-20 mg/kg/menit tidak menghasilkan
kerja yang efektif.
Kerja dopamin bergantung pada dosis yang diberikan,
pada dosis kecil (1-2 µg/kg/menit), dopamin akan mendilatasi pembuluh darah
ginjal dan pembuluh darah mesenterik serta menghasilkan peningkatan pengeluaran
urine (efek dopaminergik); pada dosis 2-10 µg/kg/menit, dopamin akan
meningkatkan curah jantung melalui peningkatan kntraktilitas jantung (efek
beta) dan meningkatan tekanan darah melalui vosokonstriksi (efek
alfa-adrenergik). Penghentian pengobatan dopamin harus dilakukan secara
bertahap, penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi
berat.
Dobutamin (Dobutrekx) adalah suatu obat simpatomimetik
dengan kerja beta-1 adrenergik. Efek beta-1 adalah meningkatkan kekuatan
kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung
(efek kronotropik positif).
f. TERAPI
SEDATIF
Pada keadaan
gagal jantung berat, pemberian sedatif dapat mengurangi kegelisahan.
Obat-obatan sedatif yang sering digunakan adalah phenobarbital 15-30 mg empat
kali sehari dengan tujuan untuk mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi
pada klien.
KONSEP ASUHAN KERERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Gagal jantung
adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dn tanda, serta
disebabkan oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama jantung,
gangguan endokardial, perikardial, valvular, atau miokardial. Kelainan
miokardium dapat bersifat sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan
pengosongan ventrikel), diastolik (berhubungan dengan relaksasi dan pengisian
ventrikel) atau kombinasi keduanya.
1. Identitas
klien
a. Keluhan Utama
Keluhan utama
klien dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
b. Riwayat
Penyakit Saat Ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST,
yaitu :
Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah
melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung.
Quality of Pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas
yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien
merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan).
Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal
atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Severity (Scale) of Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun
sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
Time : Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan
beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD
yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah
menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium,
diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan
mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diruretik,
nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali
klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
d. Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami
oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif,
dan penyebab kematiannya. Penyaki jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya
pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.
e. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Perawat
menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkingannya. Kebiasaan sosial
dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat
tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah
berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok.
Di samping
pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu
diketahui, yaitu dengan menanyakan nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
suku, dan agama yang dianut oleh klien.
Saat mengajukan
pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam
keadaan kritis, maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi
pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabannya “Ya” atau “Tidak” atau
pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh, yaitu mengangguk atau
menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energi yang besar.
f. Pengkajian
Psikososial
Perubahan
integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir
tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku,
menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Interaksi
sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan
kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan
insomnia atau tampak kebingungan.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada
pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau
compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf
pusat.
a. Breathing
Kongesti
Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala
kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal, batuk, dan edema pulmonal akut.
1) Dispnea
Dispnea,
dikarakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal dan keadaan yang menunjukkan
bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien.
2) Ortopnea
Ortopnea,
ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea, adalah keluhan umum lain
dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskular
pulmonal.
3) Dispnea
Nokturnal Paroksismal
Dispnea
nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang dikenal baik oleh klien yaitu
klien biasanya terbangun di tengah malam karena mengalami nafas pendek yang
hebat. Dispnea nokturnal paroksismal diperkirakan disebabkan oleh perpindahan
cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskular sebagai akibat dari
posisi telentang. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan
keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun, dengan posisi telentang.
4) Batuk
Batuk iritatif
adalah salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak
menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat
produktif tetapi biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini dihubungkan
dengan kongestif mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan produksi
mukus.
5) Edema Pulmonal
Edema Pulmonal
akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan dengan kongesti
vaskular pulmonal. Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler
pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran
vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea
hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi
pernafasan, dan sangat nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang
keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani dengan
cepat dan tepat.
b. Blood
1) Inspeksi
Inspeksi
tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema
ekstremitas.
2) Palpasi
Denyut nadi
perifer melemah. Thrill biasanya
ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah
biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan
akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah
kelainan katup.
4) Perkusi
Batas jantung
mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali)
5) Penurunan Curah Jantung
Gejala ini mungkin
timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama
klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi,
neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu, kondisi ini secara
potensial merupakan indikator penting penyimpangan fungsi pompa yang sering
tidak diperhatikan dan klien juga diberi keyakinan yang tidak tepat atau diberi
tranquilizer atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati (mood).
6) Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik
yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenal dengan mudah
adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan crackles pada
paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kontraksi
atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempatkan dengan
tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri
untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama
(S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat
menunjukkan adanya penurunan komplians (peningkatan kekakuan) miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori)
menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan infark
miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi mungkin
menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.
S3 atau gallop
ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa
hampir tidak pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior
paru dan sering dikenal sebagai bukti gagal ventrikel kiri, dan memang demikian
sesungguhnya. Sebelum crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung,
klien harus diintruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli
basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma.
7) Disritmia
Karena
peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung terhadap stres, sinus
takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan
kegagalan pompa jantung.
8) Distensi Vena Jugularis
Bila ventrikel
kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel. Kiri, akan
terjadinya dilatasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada
diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan
peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan
diteruskan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada
tekanan vena jugularis.
9) Kulit Dingin
Kegagalan arus
darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan
dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dari gagal kedepan yang
lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan
otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah
perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat.
Sehingga akan terjadi sianosis.
10) Perubahan Nadi
Pemeriksaan
denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan
lemah.
Denyut jantung
yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatik.
Penurunan yang
bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer akan mengurangi
tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) dan menghasilkan
denyut yang lemah atau thready pulse.
Hipotensi
sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.Selain itu, pada gagal
jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans atau gangguan pulsasi,
suatu perubahan dari kekuatan denyut arteri.
c. Brain
Kesadaran klien
biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
e. Bladder
Pengukuran
volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
e. Bowel
1.) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan
terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada
diafragma sehingga klien dapat mengalami distres pernafasan.
2.) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan ) dan
mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
f. Bone
1.) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai
tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan
bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang
dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
Edema dimulai pada kaki dan tumit
(edema dependen dan secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan
paha akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Pitting edema merupakan cara pemeriksaan
edema di masa edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung
jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak
4,5 kg.
2.) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat
merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembungan sisa
hasil katabolisme. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit atau anoreksia.
2. PENYIMPANGAN KDM
3.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a. Aktual/ risiko tinggi penurunan curah jantung
yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan
frekuensi, irama, konduksi ektrikal.
b. Aktual/ risiko tinggi gangguan pertukaran gas
yang berhubungan dengan pemberesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari
perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan intertensial.
c. Aktual/ risiko tinggi gangguan perfusi perifer
yang berhubungan dengan menurunkan curah jantung.
4. RENCANA KEPERAWATAN
Aktualisasi/resiko tinggi penurunan
curah jantung yang berhubungan dengan penurunankontraktilitas ventrikal kiri,
perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
|
|
Ditandai
dengan: peningkatan frekuensi jantung (takikardia), distrimia perubahan
gambaran pola EKG, perubahan tekanan darah (TD) (hipotensi/hipertensi), bunyi
jantug ekstra (S3,S4) tidak terdengar, penurunan output urine, nadi parifer
tidak teraba, kulit dingin (kusam), diaforesis, ortopnea, krakles, distensi
vena jugularis, pembesaran hepar, edema ekstremitas, dan nyeri dada.
|
|
Tujuan:
dalam waktu 3x24 jam, penurunan curah jantung dapat teratasidan tanda vital
dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau hilang), dan bebas
gejala gagal jantung (parameter hemodinamika dalam batas normal), output
urine adekuat.
|
|
Kriteria
evalasi: klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam
aktivitas yang dapat mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam
batas nrmal (120/80 mmHg, nadi 80x/menit), tidak terjadi aritmia, deyut
jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik, poduksi urine
>30 mil/jam.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji dan
lapor penurunan curah jantung
|
Kejadian
mortalitas dan morbiditas dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
|
Periksa
keadaan klien dengan mengauskultasi nadi apikal: kaji frekuensi, irama
jantung (dokumentasi distrimia, bila trsedia telemetri).
|
Biasanya
terjadi takikardia mekipun pada saat istirihat untuk mengompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikal, KAP, PAT, MAT, PVC, dan AF distrimia umum berkenaan
dengan GJK mesk ipun lainnya juga terjadi.
Catatan :
distrimia ventrikel tidak respontif terhdap obat yang di duga aneurisma
ventrikel.
|
Catat
bunyi jantung
|
S1 dan S2
mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah yang mengalir mlalui serambi yang mengalami
distensi, murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
|
Palpasi
nadi perifer
|
Penurunan
curah jantung dapat ditunjukkan dengan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis pedis, dan post-tibial, nadi mungkin cepat hlang atau tidak teratur
saat dipalpasi, dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertasi dengan denyut
lemah) mungkin ada.
|
Pantau
adanya output urine, catat jumlah dan kepekatan/konsentrasi urine.
|
Ginjal
berspon terhadap penurunan curah jantung dengan mereabsorbsi natrium dan
cairan, output urine biasanya menurun selama 3 harikarena perpindahan cairan
ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan pindah
kembali kesirkulasi bila klien tidur.
|
Istirahatkan
klien dengan tirah baring optimal.
|
Karena
jantung tidak dapat diharapkan benar-benar istirahat saat proses pemulihan
seperti luka pada patah tulang, maka hal yang terbaik yang dilakukan adalah
dengan mengistirahatkan klien; sehingga melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan
jantung diturunkan.
Tirah
baring merupakan bagian yang penting dari pengobatan gagal jantung kongestif,
khususnya pada tahap akut dan sulit untuk disembuhkan. Selain itu untuk
menurunkan seluruh kebutuhan kerj pada jantung , tirah baring membantu
menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskular melalui induksi
diuresis berbaring.
Istrirahat
akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cdangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah. Lamanya berbarung juga merangsang tejadinya diuresis
karena berbaring akan memperbaiki perfus ginjal. Istirahat juga dapat
mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung
yang menurun akan memperpanjang periode diastolik pemulihan sehingga
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung.
|
Atur
posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus di naikkan 20-30 cm
(8-10 inci)atau klien didudukkan di kursi.
|
Klien
dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring dengan posisi dalam gambar
disebelah kiri untuk mengurangi kesulitan benafas dan mngurangi jumlah darah
yang kembali kejantung. Yang dapat mengurangi kongesti paru.
Pada
posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) dan paru berkurang,
kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma mejad minimal.
Lengan bawah harus disokong dengan bantal untuk mengurangi kelelahan otot
bahu akibat berat lengan yang menarik secara terusmenerus. Klien yang hanya
dapat bernafas pada posisi tegak (ortopneu) dapat didudukkan disisi tempat
tidur dengan kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan diletakkan di meja
tempat tidur dan vertebra lumbosakral disokong dengan bantal. Bila terdapat
kongesti paru, maka lebih baik klien didudukkan di kursi karena posisi ini
dapat memperbaiki pepindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya terdapat
dibagian bawah tubuh, akan pindah ke daerah yang sakral ketika klien
dibaringkan ditempat tidur.
|
Kaji
perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas dan depresi.
|
Dapat
menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral akibat sekunder dari penurunan
curah jantung.
|
Berikan
istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang
|
Stres
emosi dapat meningkatkan vasokonstriksi, yang terkait dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
|
Berikan
oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi.
|
Meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium melawan efek hipoksia/iskemia.
|
Hindari
manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu BAB dan mengepal-ngepalkan tangan
|
Berjongkok
Berjongkok
meningkatkan aliran balik vena dan resistensi secara simultan menyebabkan
kenaikan volume sekuncup (stroke volume) dan tekanan arterial. Peregangan
ventrikelkiri bertambah akan meningkatkan beban kerja jantung secara
simultan.
Latihan isometrik
Latihan
isometrik : mengepal-ngepalkan tangan (handgrip) secara terus menerus selama
20-30 detik meningkatkan resistensi arterial sistematis, tekanan darah, dan
ukuran jantung. Latihan ini akan meningkatkan beban kerja jantung.
|
Kolaborasi
untuk melakukan diet jantung
|
Rasional
dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung
minimal, dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan
klien.
Pembatasan
natrium
Pembatasan
natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan menguragi edema seperti pada
hipertensi atau gagal jantung. Hindari kata-kata makanan “rendah garam atau
bebas garam”. Kesalahan yang sering terjadi biasanya disebabkan akibat
penerjemahan yang tidak konsisten dari garam ke natrium. Harus diingat bahwa
garam itu tidak 100% natrium. Terdapat 399 mg atau sekitar 400mg Natrium
dalam 1 g (1000 mg) garam. Maka klien yang harus menjalani diet rendah
natrium harus dianjurkan untuk jangan membeli makanan olahan dan membaca
label dengan teliti terhadap kata-kata “garam” atau “natrium” khususnya
makanan kaleng.
|
Kolaborasi
untuk pemberian obat
|
Terapi
farmakologis dapat diguanakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontaktilitas dan menurunkan kongesti.
|
Diuretik,
furosemid (LASIX). Sprironolaktum (aldakton);
|
Obat yang
dapat menurunkan preload paling banyak digunakan dalam mengobati klien dengan
curah jantung relatif normal ditambah dengangejala kongesti sehingga
memengaruhi reabsorbsi natrium dan air.
|
Vasodilator:
1. Nitrat
(issorbide dinitrat, isordil)
|
Vasodilitator
digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan olume sirkulasi
(vasodilitator), dan tahanan vaskuler sistematis (merupakan arteriodilator
seerta kerja ventrikel).
|
2. Digoxin
(lanoxin)
|
Meningkatkan
kekuatan kntraksi miokarium dan memperlambat frekuensi jantung dengan
menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler sistematis
(arteriodilator) serta kerja ventrikel.
|
4. Captopril
(capoten)
5. Lisinopril
(prinvil)
6. Enapril (vasotec)
|
Meningkatkan
kekuatan kontraksi miokardium dan memperlambat frekuensi jantung dengan
menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori angiotensin dalam paru
dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.
|
Morfin
sulfat
|
Penurunan
tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokardium,
menghilangkan cemas, dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik, mengeluaran
katekolamin, vasokonstriksi.
|
Tranqulilizer/sedatif
|
Meningkatkan
istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja miokardium.
Catatan: ada on’trial oral yang analog dengan amrinon (incor), agen inotrofik
positif yang disebut milrinon, yang cocok untuk penggunaan jangka panjang.
|
Antikoagulan,
contoh heparin dosis rendah, warfarin (coumadin).
|
Dapat
digunakan scara profilaksis untuk mncegah pembentukan trombus/emboli pada
adanya faktor resiko seperti statis vena, tirah baring, distrima jantung, dan
riwayat episode sebelumnya.
|
Pemberian
cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan
garam.
|
Karena adanya
peningkatan tekanan ventrikel kiri, klien tidak dapat menoleransi peningkatan
volume cairan (preload), klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
|
Pantau
rangkaian gambaran EKG dan perubahan foto Rontogen toraks.
|
Depresi
segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan
oksigen. Foto rontgen toraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahankongesti pulmonal.
|
Aktual/risiko
tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pembesaran aciran,
kongesti akibat skunder dari perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi
cairan interstitial
|
|
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan
sesak atau terdapat perubahan respon sesak napas.
Kriteria evaluasi : secara subjektif klien
menyatakan penurunan sesak napas, secara objektif didapatkan tanda vital
dalam baats normal (RR 16-20x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas,
analisa gas darah dalam batas normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan tambahan oksigen 6 liter/menit
|
Untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses
pertukaran gas
|
Pantau saturasi (oksimetri), Ph, BE, HCO3 dengan
analisa gas darah
|
Untuk mengetahui tingkat oksigenisasi pada jaringan
sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas
|
Koreksi keseimbangan asam basa
|
Mencegah asedosis yang dapat memperberat fungsi
pernafasan
|
Cegah atelektasis dengan melatih untuk batuk efektif
dan napas dalam
|
Kongesti yang berat akan memperburuk proses
pertukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
|
Kolaborasi :
-
RL 500 cc/24 jam
-
Digoxin 1-0-0
|
Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga
dapat mengurangi timbulnya edema sehingga dapat mencegah gangguan pertukaran
gas.
|
-
Furosemind 2-1-0
|
Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan
menghambat ADH
|
Aktual/risiko
tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung
|
|
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam perfusi perifer
meningkat.
Kriteria evaluasi : klien tidak mengeluh pusing,
tanda vital dalam batas normal, CRT <3 detik, urine >600ml/hari.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan.
|
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi
ventrikel, hipertensi juga merupakan fenomena umum berhubungan dengan nyeri,
cemas, pengeluaran katekolamin.
|
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi, perifer dan
diaphoresis secara teratur.
|
Mengetehaui derajat hipoksemia dan peningkatan
tahanan perifer.
|
Kaji kualitas peristaltic, jika perlu pasang slang
nasogastrik.
|
Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran
pencernaan serta dampak penurunan elektrolit
|
Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
|
sebagai dampak gagal jantung kanan berat akan di
temukan adanya tanda kongesti pada hepar
|
Pantau output urine
|
Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya
produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari
merupakan tanda-tanda syok kardiogenik.
|
Catat murmur
|
Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung
(kelainan katup, kerusakan, septum, atau vibrasi otot papilaris).
|
Pantau frekuensi jantung dan irama
|
Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan
komplikasi distritmia.
|
Berikan makanan kecil dan mudah di kunyah, batasi
intake caffeine
|
Makanan besar dapat meningkatkan kerja jantung,
kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga menigkatkan frekuensi
jantung.
|
Kolaborasi
- Pertahankan jalur masuk pemberian heparin (IV) sesuai indikasi. |
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat
darurat.
|
4. EVALUASI
Diagnosa 1 :
1. Melaporkan
penurunan episode dispnea, angina.
2. Ikut
serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
Diagnosa 2 :
a. RR Normal
b. Tak ada bunyi
nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan
c. GDANormal
Diagnosa 3:
a. Pasien mampu
mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
b. Pasien
menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes, Marilyn C,
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC, 1999
Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta, EGC: 1997
http://akperbhayangkaraaskep.blogspot.com/search?q=askep+distrimia
Muttaqin, Arif 2009. Asuhan Keperawatan
Dengan Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika
Price, Sylvia, Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC, 1999
Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan
Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar