Minggu, 09 Desember 2012

ASKEP CHF ( CONGESTIV HAERT FAILURE ) / DISTRITMIA



KONSEP MEDIS

1.      PENGERTIAN

Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

2.   ETIOLOGI

a.   Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
b.   Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel  jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
c.   Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d.   Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e.   Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
f.    Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

3.   ANATOMI FISIOLOGI

            Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kesadaran.
a.       Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis cordis. Disebelah bawah agak runang disebut apex cordis.
b.      Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya dibelakang kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat itu teraba adanya pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis.
c.       Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300 gram.

d.    Lapisan
Endokardium :Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung.
Miokardium :Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi.
Perikardium :lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium viseralis.

Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah sehingga dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa kanan. Pompa jantung kiri: peredaran darah yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai dari ventrikel kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula-vena cava superior dan inferior-atrium kanan. Pompa jantung kanan: peredaran darah kecil yang mengalirkan darah ke pulmonal, dimulai dari ventrikel kanan-arteri pulmonalis-4 vena pulmonalis-atrium kiri.

Gerakan jantung terdapat dua jenis, yaitu konstriksi (sistol) dan relaksasi (diastole) dari kedua atrium, terjadi serentak yang disebut sistol atrial dan diastole atrial. Konstriksi ventrikel kira-kira 0,3 detik dan tahap dilatasi selama 0,5 detik. Konstriksi kedua atrium pendek, sedang konstriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong dari vantrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.

Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama, tapi tugasny hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru dimana tekanannya lebih rendah.



4.   PATOFISIOLOGI

Bila reservasi jantung (cardiac reserved) normal untuk berespons terhadap stres tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa,dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terhadap empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi :

a.       Meningkatnya Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokonstriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan reditribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum starling.

Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi, takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.

b.   Peningkatan Beban Awal melalui Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.

Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan arteriol renal aferen dan bersebelahan dengan makula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) menjadi angiotensin I.

c.   Hipertrofi ventrikel
Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertambahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; bergantung pada jenis beban hemodinamika yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta,akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.

d.      Volume cairan berlebihan (overload volume).
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah miofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebihan menyebabkan pelebaran ruang dan hipertrofi eksentrik.

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme–mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampa pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

5.   TANDA DAN GEJALA

Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a.   Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
b.   Batuk
c.   Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi.
d.   Karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
e.   Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Gagal jantung Kanan :
a.   Kongestif jaringan perifer dan visceral
b.   Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB.
c.   Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar
d.   Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen
e.   Nokturia
f.    Kelemahan

6.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.      EKOKARDIOGRAFI

Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diagnostik yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk manajemen gagal jantung; sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan diagnosis disfungsi jantung dan informasi yang berkaitan dengan penyebab terjadinya disfungsi jantung dengan segera. Dengan adnya kombinasi M-Mode, ekokardiografi 2D, dan Doppler, maka pemeriksaan invasif lain tidak lagi diperlukan.

Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel.

b.      RONTGEN TORAKS

Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah kedaerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

c.  ELEKTROKARDIOGRAFI

Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai bahwa hasil diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien untuk gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti di berikut ini.

1)   Left bundle branch block, kelainan segmen ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis;
2)   Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik.
3)   Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik: menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
4)   Aritmia;
5)   Deviasi aksis kekanan, right bundle branch block, dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

7.   PENGOBATAN

Respons fisiologis pada gagal jantung memberikan rasional untuk tindakan. Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah:
a.      Menurunkan kerja jantung;
b.      Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokardium;
c.      Menurunkan retensi garam dan cairan.

a.   TERAPI OKSIGEN
            Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jantung yang disertai dengan adema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

b.   TERAPI NITRAT DAN VASOLIDATOR KORONER
            Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronik, sangat dianjurkan dalam penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami unloaded (penurunan afterload-beban akhir) dengan adanya vasolidatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan menurunkan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri) da penurunan pada konsumsi oksigen miokardium.

c.       TERAPI DIURETIK
            Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan air serta pemberian diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya agar menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan darah. Jika garam natrium ditahan, air juga akan tertahan dan tekanan darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan elektrolit-elektrolit lainnya, yaitu kalium, magnesium, klorida, dan bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan kalium.

d.      TERAPI DIGITALIS
            Digitalis, salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200, dan hingga saat ini diuretik masih terus digunakan dalam bentuk yang telah dimurnikan. Digitalis dihasilkan dari tumbuhan foxglove ungu dan putih dan dapat bersifat racun. Pada tahun 1785, William Whitering dari inggris menggunakan digitalis untuk menyembuhkan “sakit bengkak”, yaitu edema pada ekstremitas akibat insufisiensi ginjal dan jantung. Dimasa itu, Withering tidak menyadari bahwa “sakit bengkak” tersebut merupakan akibat dari gagal jantung.
            Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis bila diberikan dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang dengan cepat, kadang-kadang menyebabkan klien mengalami mabuk, muntah, pandangan kacau, objek yang terlihat tampak hijau dan kuning, klien melakukan gerakan yang sering dan kadang-kadang tidak mampu untuk menahannya. Digitalis juga menyebabkan sekresi urine meningkat, nadi lambat hingga 35 denyut dalam satu menit, keringat dingin, kekacauan mental, sinkope dan kematian. Digitalis juga bersifat laksatif.

            Pada kegagalan jantung, digitalis diberikan dengan tujuan memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta meningkatkan efesiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat untuk difiltrasi dan diekskresi, sehingga volume intravaskuler menurun.

e.       TERAPI INOTROPIK POSITIF
Dopamin-merupakan salah satu obat inotropik positif-bila juga dipakai untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta-1) pada keadaan bradikardia saat pemberian atropin pada dosis 5-20 mg/kg/menit tidak menghasilkan kerja yang efektif.

Kerja dopamin bergantung pada dosis yang diberikan, pada dosis kecil (1-2 µg/kg/menit), dopamin akan mendilatasi pembuluh darah ginjal dan pembuluh darah mesenterik serta menghasilkan peningkatan pengeluaran urine (efek dopaminergik); pada dosis 2-10 µg/kg/menit, dopamin akan meningkatkan curah jantung melalui peningkatan kntraktilitas jantung (efek beta) dan meningkatan tekanan darah melalui vosokonstriksi (efek alfa-adrenergik). Penghentian pengobatan dopamin harus dilakukan secara bertahap, penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi berat.

Dobutamin (Dobutrekx) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta-1 adrenergik. Efek beta-1 adalah meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).



f.    TERAPI SEDATIF
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif dapat mengurangi kegelisahan. Obat-obatan sedatif yang sering digunakan adalah phenobarbital 15-30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi pada klien.


KONSEP ASUHAN KERERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dn tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama jantung, gangguan endokardial, perikardial, valvular, atau miokardial. Kelainan miokardium dapat bersifat sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel), diastolik (berhubungan dengan relaksasi dan pengisian ventrikel) atau kombinasi keduanya.

1.   Identitas klien
a.   Keluhan Utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.

b.   Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :
Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung.
Quality of Pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan).
Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Severity (Scale) of Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
Time : Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.


c.   Riwayat Penyakit Dahulu
            Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
            Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diruretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.

d.   Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyaki jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.

e.   Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
            Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkingannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok.
            Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut oleh klien.
            Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabannya “Ya” atau “Tidak” atau pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energi yang besar.

f.       Pengkajian Psikososial
            Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku, menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
            Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak kebingungan.

2.       Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
a.  Breathing
Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea,  ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, dan edema pulmonal akut.
1)      Dispnea
Dispnea, dikarakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien.
2)      Ortopnea
Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskular  pulmonal.
3)      Dispnea Nokturnal Paroksismal
Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang dikenal baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena mengalami nafas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal diperkirakan disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskular sebagai akibat dari posisi telentang. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun, dengan posisi telentang.
4)      Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongestif mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
5)      Edema Pulmonal
Edema Pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan dengan kongesti vaskular pulmonal. Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernafasan, dan sangat nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani dengan cepat dan tepat.

b.   Blood
1)   Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema ekstremitas.
2)   Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
3)   Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
4)   Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali)
5)   Penurunan Curah Jantung
Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu, kondisi ini secara potensial merupakan indikator penting penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak diperhatikan dan klien juga diberi keyakinan yang tidak tepat atau diberi tranquilizer atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati (mood).
6)   Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenal dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan crackles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempatkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan komplians (peningkatan kekakuan) miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.

S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hampir tidak pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru dan sering dikenal sebagai bukti gagal ventrikel kiri, dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diintruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma.


7)   Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
8)   Distensi  Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel. Kiri, akan terjadinya dilatasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis.
9)   Kulit Dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dari gagal kedepan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
10) Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatik.
Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) dan menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse.
Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans atau gangguan pulsasi, suatu perubahan dari kekuatan denyut arteri.
c.   Brain
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
e.       Bladder
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.



e.   Bowel
1.)   Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres pernafasan.
2.)   Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan ) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.

f.    Bone
1.)   Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Pitting edema merupakan cara pemeriksaan edema di masa edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg.
2.)  Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembungan sisa hasil katabolisme. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.

2.   PENYIMPANGAN KDM
 

3.   DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a.   Aktual/ risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi ektrikal.
b.   Aktual/ risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pemberesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan intertensial.
c.   Aktual/ risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunkan curah jantung.


4.   RENCANA KEPERAWATAN
Aktualisasi/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunankontraktilitas ventrikal kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
Ditandai dengan: peningkatan frekuensi jantung (takikardia), distrimia perubahan gambaran pola EKG, perubahan tekanan darah (TD) (hipotensi/hipertensi), bunyi jantug ekstra (S3,S4) tidak terdengar, penurunan output urine, nadi parifer tidak teraba, kulit dingin (kusam), diaforesis, ortopnea, krakles, distensi vena jugularis, pembesaran hepar, edema ekstremitas, dan nyeri dada. 
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, penurunan curah jantung dapat teratasidan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau hilang), dan bebas gejala gagal jantung (parameter hemodinamika dalam batas normal), output urine adekuat.
Kriteria evalasi: klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas yang dapat mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas nrmal (120/80 mmHg, nadi 80x/menit), tidak terjadi aritmia, deyut jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik, poduksi urine >30 mil/jam.
Intervensi
Rasional
Kaji dan lapor penurunan curah jantung
Kejadian mortalitas dan morbiditas dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
Periksa keadaan klien dengan mengauskultasi nadi apikal: kaji frekuensi, irama jantung (dokumentasi distrimia, bila trsedia telemetri).
Biasanya terjadi takikardia mekipun pada saat istirihat untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas ventrikal, KAP, PAT, MAT, PVC, dan AF distrimia umum berkenaan dengan GJK mesk ipun lainnya juga terjadi.
Catatan : distrimia ventrikel tidak respontif terhdap obat yang di duga aneurisma ventrikel.
Catat bunyi jantung
S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah yang mengalir mlalui serambi yang mengalami distensi, murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat ditunjukkan dengan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post-tibial, nadi mungkin cepat hlang atau tidak teratur saat dipalpasi, dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertasi dengan denyut lemah) mungkin ada.
Pantau adanya output urine, catat jumlah dan kepekatan/konsentrasi urine.
Ginjal berspon terhadap penurunan curah jantung dengan mereabsorbsi natrium dan cairan, output urine biasanya menurun selama 3 harikarena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan pindah kembali kesirkulasi bila klien tidur. 
Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.
Karena jantung tidak dapat diharapkan benar-benar istirahat saat proses pemulihan seperti luka pada patah tulang, maka hal yang terbaik yang dilakukan adalah dengan mengistirahatkan klien; sehingga melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan.
Tirah baring merupakan bagian yang penting dari pengobatan gagal jantung kongestif, khususnya pada tahap akut dan sulit untuk disembuhkan. Selain itu untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerj pada jantung , tirah baring membantu menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskular melalui induksi diuresis berbaring.
Istrirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cdangan jantung, dan menurunkan tekanan darah. Lamanya berbarung juga merangsang tejadinya diuresis karena berbaring akan memperbaiki perfus ginjal. Istirahat juga dapat mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung yang menurun akan memperpanjang periode diastolik pemulihan sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung. 
Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus di naikkan 20-30 cm (8-10 inci)atau klien didudukkan di kursi.
Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring dengan posisi dalam gambar disebelah kiri untuk mengurangi kesulitan benafas dan mngurangi jumlah darah yang kembali kejantung. Yang dapat mengurangi kongesti paru.
Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) dan paru berkurang, kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma mejad minimal. Lengan bawah harus disokong dengan bantal untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang menarik secara terusmenerus. Klien yang hanya dapat bernafas pada posisi tegak (ortopneu) dapat didudukkan disisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan diletakkan di meja tempat tidur dan vertebra lumbosakral disokong dengan bantal. Bila terdapat kongesti paru, maka lebih baik klien didudukkan di kursi karena posisi ini dapat memperbaiki pepindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya terdapat dibagian bawah tubuh, akan pindah ke daerah yang sakral ketika klien dibaringkan ditempat tidur.
Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas dan depresi.
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral akibat sekunder dari penurunan curah jantung.
Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang
Stres emosi dapat meningkatkan vasokonstriksi, yang terkait dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi.
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium melawan efek hipoksia/iskemia.
Hindari manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu BAB dan mengepal-ngepalkan tangan
Berjongkok
Berjongkok meningkatkan aliran balik vena dan resistensi secara simultan menyebabkan kenaikan volume sekuncup (stroke volume) dan tekanan arterial. Peregangan ventrikelkiri bertambah akan meningkatkan beban kerja jantung secara simultan.
Latihan isometrik
Latihan isometrik : mengepal-ngepalkan tangan (handgrip) secara terus menerus selama 20-30 detik meningkatkan resistensi arterial sistematis, tekanan darah, dan ukuran jantung. Latihan ini akan meningkatkan beban kerja jantung.
Kolaborasi untuk melakukan diet jantung
Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien.
Pembatasan natrium
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan menguragi edema seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Hindari kata-kata makanan “rendah garam atau bebas garam”. Kesalahan yang sering terjadi biasanya disebabkan akibat penerjemahan yang tidak konsisten dari garam ke natrium. Harus diingat bahwa garam itu tidak 100% natrium. Terdapat 399 mg atau sekitar 400mg Natrium dalam 1 g (1000 mg) garam. Maka klien yang harus menjalani diet rendah natrium harus dianjurkan untuk jangan membeli makanan olahan dan membaca label dengan teliti terhadap kata-kata “garam” atau “natrium” khususnya makanan kaleng.
Kolaborasi untuk pemberian obat
Terapi farmakologis dapat diguanakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontaktilitas dan menurunkan kongesti.
Diuretik, furosemid (LASIX). Sprironolaktum (aldakton);
Obat yang dapat menurunkan preload paling banyak digunakan dalam mengobati klien dengan curah jantung relatif normal ditambah dengangejala kongesti sehingga memengaruhi reabsorbsi natrium dan air.
Vasodilator:
1.       Nitrat (issorbide dinitrat, isordil)
Vasodilitator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan olume sirkulasi (vasodilitator), dan tahanan vaskuler sistematis (merupakan arteriodilator seerta kerja ventrikel).
2.       Digoxin (lanoxin)
Meningkatkan kekuatan kntraksi miokarium dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler sistematis (arteriodilator) serta kerja ventrikel.
4.       Captopril (capoten)
5.       Lisinopril (prinvil)
6.       Enapril (vasotec)
Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori angiotensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.
Morfin sulfat
Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokardium, menghilangkan cemas, dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik, mengeluaran katekolamin, vasokonstriksi.
Tranqulilizer/sedatif
Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja miokardium. Catatan: ada on’trial oral yang analog dengan amrinon (incor), agen inotrofik positif yang disebut milrinon, yang cocok untuk penggunaan jangka panjang.
Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin (coumadin).
Dapat digunakan scara profilaksis untuk mncegah pembentukan trombus/emboli pada adanya faktor resiko seperti statis vena, tirah baring, distrima jantung, dan riwayat episode sebelumnya.
Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.
Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, klien tidak dapat menoleransi peningkatan volume cairan (preload), klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
Pantau rangkaian gambaran EKG dan perubahan foto Rontogen toraks.
Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto rontgen toraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahankongesti pulmonal.

Aktual/risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pembesaran aciran, kongesti akibat skunder dari perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan interstitial
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat perubahan  respon sesak napas.
Kriteria evaluasi : secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas, secara objektif didapatkan tanda vital dalam baats normal (RR 16-20x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Berikan tambahan oksigen 6 liter/menit
Untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses pertukaran gas
Pantau saturasi (oksimetri), Ph, BE, HCO3 dengan analisa gas darah
Untuk mengetahui tingkat oksigenisasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas
Koreksi keseimbangan asam basa
Mencegah asedosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan
Cegah atelektasis dengan melatih untuk batuk efektif dan napas dalam
Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
Kolaborasi :
-          RL 500 cc/24 jam
-          Digoxin 1-0-0
Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya edema sehingga dapat mencegah gangguan pertukaran gas.
-          Furosemind 2-1-0
Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH

Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam perfusi perifer meningkat.
Kriteria evaluasi : klien tidak mengeluh pusing, tanda vital dalam batas normal, CRT <3 detik, urine >600ml/hari.
Intervensi
Rasional
Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan.
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel, hipertensi juga merupakan fenomena umum berhubungan dengan nyeri, cemas, pengeluaran katekolamin.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi, perifer dan diaphoresis secara teratur.
Mengetehaui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
Kaji kualitas peristaltic, jika perlu pasang slang nasogastrik.
Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran pencernaan serta dampak penurunan elektrolit
Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
sebagai dampak gagal jantung kanan berat akan di temukan adanya tanda kongesti pada hepar
Pantau output urine
Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda syok kardiogenik.
Catat murmur
Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung (kelainan katup, kerusakan, septum, atau vibrasi otot papilaris).
Pantau frekuensi jantung dan irama
Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi distritmia.
Berikan makanan kecil dan mudah di kunyah, batasi intake caffeine
Makanan besar dapat meningkatkan kerja jantung, kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga menigkatkan frekuensi jantung.
Kolaborasi
-  Pertahankan jalur masuk pemberian heparin (IV) sesuai indikasi.
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.

4.   EVALUASI

Diagnosa 1 :
1.   Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
2.   Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

Diagnosa 2 :
a.   RR Normal
b.   Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan
c.   GDANormal

Diagnosa 3:
a.   Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
b.   Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.


DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC, 1999

Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta, EGC: 1997

http://akperbhayangkaraaskep.blogspot.com/search?q=askep+distrimia
Muttaqin, Arif 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:    
            Salemba Medika

Price, Sylvia, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC, 1999

Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2001


Tidak ada komentar:

Posting Komentar